Minggu, 16 November 2008

Hukum Bermain Drama

Seni di zaman salaf diharamkan karena ada alasannya. dulu orang2 arab jahiliah ketika menampilkan suatu kesenian selalu dibarengi dg minuman keras/khamr. Oleh karena itu Ulama mengambil inisiatif untuk mengharamkan.

Jadi hukum haramnya karena ada 'illat, yaitu dibarengi dg minuman keras. Tentu hukum keharaman itu ga selamanya tetap haram. selama illat itu tetap ada, maka haramnyapun terus berlanjut. tapi jika 'illatnya itui hilang, maka hilang pula status keharamannya

berikut pendapat2 ulama mengenai seni :

1. Imam al-syaukani dalam nail al-authar berkata :
a. Para ‘ulama berselisih pendapat tentang hukum menyanyi dan alat musik. Menurut mazhab Jumhur adalah haram, sedangkan mazhab Ahl-ul-Madīnah, Azh-Zhahiriyah dan jamaah Sufiyah memperbolehkannya.

b. Abu Mansyur Al-Baghdadi (dari mazhab Asy-Syafii) menyatakan: "‘Abdullah bin ja'far berpendapat bahwa menyanyi dan musik itu tidak menjadi masalah. Dia sendiri pernah menciptakan sebuah lagu untuk dinyanyikan para pelayan (budak) wanita (jawari) dengan alat musik seperti rebab. Ini terjadi pada masa 'ali bin abhi thalib
c. Imam Al-Haramain di dalam kitabnya AN-NIHAYAH menukil dari para ahli sejarah bahwa ‘Abdullah bin zubair memiliki beberapa jariah (wanita budak) yang biasa memainkan alat gambus. Pada suatu hari Ibnu ‘Umar datang kepadanya dan melihat gambus tersebut berada di sampingnya. Lalu Ibnu ‘Umar bertanya: "Apa ini wahai shahabat rasulullah? " Setelah diamati sejenak, lalu ia berkata: "Oh ini barangkali timbangan buatan negeri Syam," ejeknya. Mendengar itu Ibnu Zubair berkata: "Digunakan untuk menimbang akal manusia."

d. Ar-Ruyani meriwayatkan dari Al-Qaffal bahwa mazhab Maliki membolehkan menyanyi dengan ma‘azif (alat-alat musik yang berdawai).
e. Abu Al-Fadl bin Thahir mengatakan: "Tidak ada perselisihan pendapat antara ahli Madīnah tentang, menggunakan alat gambus. Mereka berpendapat boleh saja."

Ibnu An Nawawi di dalam kitabnya AL-‘UMDAH mengatakan bahwa para shahabat Raslullah yang membolehkan menyanyi dan mendengarkannya antara lain ‘Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Abdurrahman bin 'auf, sa'ad bin abi waqhas dan lain-lain. Sedangkan dari tabi‘in antara lain Sa‘īd bin Musayyab, Salīm bin ‘Umar, Ibnu Hibban, Kharijah bin Zaid, dan lain-lain.

2. Abu ishaq al-syirazi dalam kitabnya AL-MUHAZZAB (Lihat Abu ishaq al-syirazi AL-MUHAZZAB, Jilid II, hlm. 237) berpendapat:

"Boleh memainkan rebana pada pesta perkawinan dan khitanan. Selain dua acara tersebut tidak boleh."

"Dibolehkan menyanyi untuk merajinkan unta yang sedang berjalan."

Untuk 'illat keharamannya sebagaimana tertulis dalam ruh alma'ani :

Al-Alusi dalam tafsīrnya ruh al-ma'ani (Lihat Al-Alusi dalam tafsīrnya ruhul ma'ani, Jilid XXI, hlm. 67-74).
Ibnu Hajar menukil pendapat Imam nawawi dan syafi'i yang mengatakan bahwa haramnya (menyanyi dan main musik) hendaklah dapat dimengerti karena hal demikian biasanya disertai dengan minum arak, bergaul dengan wanita, dan semua perkara lain yang membawa kepada maksiat. Adapun nyanyian pada saat bekerja, seperti mengangkut suatu yang berat, nyanyian orang ‘Arab untuk memberikan semangat berjalan unta mereka, nyanyian ibu untuk mendiamkan bayinya, dan nyanyian perang, maka menurut imam auza'i adalah sunat.

Imam ghazali dalam ihya 'ulumiddin berkata: "Nash nash syara' telah menunjukkan bahwa menyanyi, menari, memukul rebana sambil bermain dengan perisai dan senjata-senjata perang pada hari raya adalah mubah (boleh) sebab hari seperti itu adalah hari untuk bergembira. Oleh karena itu hari bergembira dikiaskan untuk hari-hari lain, seperti khitanan dan semua hari kegembiraan yang memang dibolehkan syara'.

Alghazali juga menyebut 'illat tentang keharaman seni sebagai berikut :

Al-Ghazali mengutip perkataan Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa sepanjang pengetahuannya tidak ada seorangpun dari para ulama Hijaz yang benci mendengarkan nyanyian, suara alat-alat musik, kecuali bila di dalamnya mengandung hal-hal yang tidak baik. Maksud ucapan tersebut adalah bahwa macam-macam nyanyian tersebut tidak lain nyanyian yang bercampur dengan hal-hal yang telah dilarang oleh syara'.

demikian sekilas tentang hukum seni. dari sini dapat diketahui,,,segala macam seni, baik itu drama ataupun menyanyi atau menari jika dibarengi dg maksiat maka haram! tapi jika malah dg adanya seni itu banyak sekali hikmah yang bisa diambil, maka hukumnya pun menjadi halal.

demikian pula drama, jika didalamnya ada kemaksiatan seperti khalwat, minum khamr, dan hal2 lain yang dilarang syara', maka haramlah drama itu. jika didalamnya banyak hikmah, baik bagi yang melihat atau yang bermain dalam drama itu, maka hukumnyapun menjadi halal.

Tidak ada komentar: